CINTA. Satu kata singkat tapi rasanya tak sesederhana namanya. Seperti
makanan : strawberry yang masam,dipadukan dengan coklat yang pahit dan
dilengkapi dengan gula yang manis lalu di campur dalam satu wadah.
Rasanya tergantung mana yang ditaruh lebih banyak. Mungkin seperti
itulah gambaran cinta.
Tak perduli siapa yang merasakan dan kepada siapa cinta itu dituju,
setiap hati takkan mampu menahan ataupun melawannya. Setiap cinta
sering di anggap sah untuk yang merasakannya dan apapun kesalahannya
akan dibenarkan atas nama 'CINTA'.
...'pabila cinta
memanggilmu...ikutilah dia walau jalannya berliku-liku...Dan 'pabila
sayapnya merangkummu...pasrahlah serta menyerah,walau pedang
tersembunyi di sela sayap itu melukaimu.-Kahlil Gibran-
Kita tak akan bisa menyangkal hati saat cinta itu datang, seperti kita
tak akan mungkin tidak tersakiti saat cinta itu pergi. Tapi apapun
resikonya, cinta patut diperjuangkan.
Maka ada benarnya pendapat Pierre-Jules Renard_seorang penyair France:
" Love is like an hourglass , with the heart filling up as the brain empties "...
Cinta itu mirip jam pasir , hati terisi penuh seiring kepala menjadi kosong. :)
Cinta terlalu di agungkan laksana dewa. Sang dewa Cupid melepaskan
'panah' cinta untuk menusuk hati. Kenapa bukan memberi 'air' cinta
untuk menyejukkan hati?
Apakah itu sebabnya lebih banyak lagu patah hati di bandingkan lagu yang menyiratkan indahnya sebuah cinta?
Tapi itulah dahsyatnya cinta. Cinta memberi bumbu pada setiap perasaan
agar rasanya 'lebih'. Menjadikan setiap kata terdengar puitis ditengah
masa kritis sekalipun.
Terkadang kita menyalahkan diri sendiri dan membiarkan waktu terbuang
percuma untuk menangisi kepergian cinta. Pasti tak sedikit airmata
dipertaruhkan untuk sebuah 'penyesalan' karena sebuah cinta. Untuk
itukah cinta hadir?...
Cinta datang kepada orang yang masih
mempunyai harapan, walaupun mereka telah dikecewakan. Kepada mereka
yang masih percaya, walaupun mereka telah dikhianati. Kepada mereka
yang mempunyai keberanian dan keyakinan untuk membangun kembali
kepercayaan. -Kahlil Gibran-
Mungkin Tuhan menginginkan kita
bertemu dan bercinta dengan orang yang salah sebelum bertemu dengan
orang yang tepat. Kita harus mengerti bagaimana berterima kasih atas
karunia tersebut. -Kahlil Gibran-
Cinta itu buta. Begitulah pendapat banyak orang tentang cinta, sehingga cinta mampu membutakan mereka.
Love looks not with eyes, but with the mind ; and therefore is winged Cupid painted blind.
Cinta tidak dilihat dengan mata, tapi dengan pikiran ; makanya Cupid dilukiskan buta.
-William Shakespeare-
Jika seharusnya kita melihat cinta dengan pikiran, lalu apa fungsinya
mata sebagai jendela hati? Bukankah cinta juga berhubungan dengan hati?
Love is complicated, sehingga ada orang yang ragu atau malah takut
untuk menjalaninya. Setiap orang ingin dibenarkan dalam hal cinta
seperti layaknya cinta membenarkan jalan pikiran mereka.
Tuhan memberikan kita dua kaki untuk
berjalan, dua tangan untuk memegang, dua telinga untuk mendengar dan
dua mata untuk melihat. Tetapi mengapa Tuhan hanya menganugerahkan
sekeping hati pada kita? Karena Tuhan telah memberikan sekeping lagi
hati pada seseorang untuk kita mencarinya. Itulah cinta. -Kahlil Gibran-
Biarkanlah cinta berjalan mengikuti alurnya. Jika kita menentang cinta
itu, maka kita layaknya berjudi dan taruhannya adalah hati.
Jika cinta itu tak butuh kata-kata, maka renungkanlah ini :
Sungguh menyakitkan mencintai
seseorang yang tidak mencintaimu, tetapi lebih menyakitkan adalah
mencintai seseorang dan kamu tidak pernah memiliki keberanian untuk
menyatakan cintamu kepadanya. -Kahlil Gibran-
atau...
Jangan sesekali mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba.
Jangan sesekali menyerah jika kamu merasa sanggup.
Jangan sesekali mengatakan kamu tidak mencintainya lagi jika kamu masih tidak dapat melupakannya. -Kahlil Gibran-
Kesimpulannya, cinta itu terlalu luas untuk dipandang dari satu sisi,
karena hakekatnya cinta itu sederhana jika ditilik dengan hati.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana...
Seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu...
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana...
Seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada...
-Kahlil Gibran-