Sabtu, 24 Maret 2018

MENGAPA HARUS SELALU SAYA ?

Ketika banyak hal-pekerjaan, pelayanan-seakan menjadi tanggung jawab kita sendiri, bukan tidak mungkin terlintas pemikiran, "Kenapa harus saya lagi ? Kenapa selalu saya ? Kenapa saya harus menjalankan tugas yang sebenarnya merupakan tanggung jawab orang lain ? Kenapa saya harus menyelesaikan "pekerjaan" orang lain ? Kenapa harus saya yang bersusah payah untuk hal yang sebenarnya bukan kewajiban saya ?"
Manusiawi jika seseorang berpikir demikian, ketika begitu banyak hal yang "mendadak" harus menjadi tanggung jawabnya, sementara "si empunya tugas" terlihat seolah tidak peduli dengan hal-hal yang adalah kewajibannya.
Saya pun demikian. Terkadang berpikir, "Mengapa harus selalu saya yang bertanggung jawab untuk kewajiban orang lain ?"
Entah hal besar atau kecil, mudah atau sukar, semuanya terkadang membuat saya tidak nyaman. Lelah? Pasti. Jenuh? Mungkin. Bahkan bukan tidak mungkin saya menjadi marah karena begitu banyak hal yang harus saya "kerjakan" padahal bukan bagian saya, sementara "sang petugas" seolah tidak peduli. Apalagi jika ditambah dengan komentar-komentar "sinis" dari orang-orang yang menjadi "pengamat" saya. 

Seperti tertulis dalam I PETRUS 3 : 9
"HENDAKLAH KAMU MEMBERKATI, KARENA UNTUK ITULAH KAMU DIPANGGIL, YAITU UNTUK MEMPEROLEH BERKAT"

FILIPI 4 : 13 sangat jelas :
"SEGALA PERKARA DAPAT KUTANGGUNG DI DALAM DIA YANG MEMBERIKAN KEKUATAN KEPADAKU"
Dan untuk itulah,
"AKU BERSYUKUR KEPADA DIA, YANG MENGUATKAN AKU, YAITU KRISTUS YESUS, TUHAN KITA, KARENA IA MENGANGGAP AKU SETIA DAN MEMPERCAYAKAN PELAYANAN INI KEPADAKU--" (I TIMOTIUS 1 : 12)

Lalu bagaimana caranya mengatasi semua kekesalan karena hal-hal ini? Saya mulai belajar berpikir positif. Ketika saya sibuk dengan semua keluhan-keluhan, kekesalan-kekesalan, dan bahkan kemarahan-kemarahan saya karena hal-hal yang bukan tanggung jawab saya, disaat yang sama--bukan tidak mungkin--ada orang-orang lain yang juga sedang berharap untuk bisa jadi seperti saya. Yuph! Menjadi seseorang yang selalu siap dipakai. Menjadi orang yang bisa dipercaya. Menjadi orang yang bisa bertanggung jawab. Menjadi orang yang mampu diandalkan. Menjadi orang yang selalu dibutuhkan. Bukankah untuk semua hal ini saya mendapat "nilai plus" ? Nilai plus untuk diri saya sendiri, terlepas dari pandangan atau komentar "sinis para pengamat".
Di atas semuanya itu, saya kemudian mengimani bahwa hal-hal inilah yang merupakan panggilan hidup saya. Panggilan seperti apa? Panggilan untuk menjadi berkat. Lewat hal-hal yang bukan tanggungjawab saya tapi harus saya kerjakan--bahkan selesaikan--saya sedang memberkati dan sedang diberkati.
Lalu apakah saya mampu menjalani panggilan seperti ini? Iman saya pun dengan tegas menjawab "tentu saya mampu". Mengapa saya begitu yakin?